Banjir bandang disertai tanah longsor terjadi di Kecamatan Sungai Tarap, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar). Dikabarkan, bencana yang biasa disebut galodo ini lebih besar dari yang pernah terjadi pada tahun 1979.
Koordinator Satkorlak PB Sumbar Ade Edward mengatakan, penyebab sementara galodo (banjir lumpur) di delapan kecamatan di kaki Gunung Marapi karena luberan lahar dingin gunung berapi yang masih aktif itu. Curah hujan yang tinggi di puncak Marapi menyebabkan lahar dingin yang berada di puncak mengalir ke bawah, sama dengan kejadian Gunung Merapi di Yogyakarta. Namun di Gunung Marapi, saluran lahar yang ada tidak memadai untuk mengalirkan volume lahar dalam jumlah besar.
Salah satu penyebab galodo ini akibat runtuhnya sedimen-sedimen ke dalam telaga-telaga kecil yang ada dilereng gunung Merapi. Reruntuhan sedimen ini kian lama kian memenuhi telaga tersebut dan bila dinding telaga tidak sanggup lagi menahan beban akan bobol menghanyutkan bebatuan besar, kayu-kayu besar serta air yang cukup besar.
Jalur yang dilewati Sarasah Batang Pisang, berdasarkan penelusuran yang dilakukan di lapangan, berada di kawasan hutan ulayat Nagari Pasie Laweh yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan ulayat Kotobaru Rao-Rao. ondisi hutannya masih asri, belum pernah tersentuh tangan-tangan serakah manusia.
Kendati demikian, melihat dari struktur kayu-kayu yang dihanyutkan air saat galodo, tidak tertutup kemungkinan, hutan yang berada di dalam wilayah Nagari Pasie Laweh telah mulai disentuh manusia, baik penebangan liar maupun penebangan ‘’berizin’’. Kendati demikian, dugaan adanya penebangan hutan di sepanjang aliran Sarasah Batang Pisang di dalam wilayah hutan Pasie Laweh, dibantah oleh seorang warga yang bermukim daerah hutan Pasie Laweh, tepatnya di kampung Luak Potai yang terletak di dada Gunung Marapi. Jusan, 45, begitu nama warga itu, tidak pernah mendengar adanya mesin sinso (chainsaw) meraung di hutan-hutan yang sering dilewatinya.Sementara penebangan hanya menggunakan kapak dan gergaji, dipandang mustahil bisa membuat kerusakan hutan dalam volume yang merusak lingkungan dan keasrian hutan (www.singgalang.com).
Satu tim yang dikirim Pemkab Tanah Datar untuk menelusuri kondisi daerah di sepanjang aliran sungai yang menjadi penyebab galodo awal pekan ini, tidak melaporkan adanya penebangan hutan liar. Tim ini hanya mengabarkan adanya tumpukan lumpur, batu, dan kayu dalam volume yang membahayakan dan membuka peluang terjadinya bencana susulan.
Berbicara soal kondisi hutan di lereng Marapi yang berada di kiri kanan Sarasah Batang Pisang, menurut seorang warga, Drs. Fahrizal, seorang putra Pasie Laweh bernama Tarmizi Ali, 50, pernah melakukan penyisiran lereng-lereng Gunung Marapi dalam wilayah Nagari Pasie Laweh untuk mengetahui kondisi alamnya, pascagempa yang membuat buncah Sumatra Barat pada 6 Maret 2006 lalu.
“Penebangan hutan memang tidak ditemukan, tapi Tarmizi Ali menemukan adanya retakan-retakan tanah, bahkan ada yang mencapai kedalaman sekitar 100 meter di hutan itu. Mungkin, inilah salah satu penyebab galodo kali ini dua kali lebih dahsyat dari galodo tiga puluh tahun silam (www.tanahdatar.go.id).
Usaha Penanggulangan Bencana Galodo
BUPATI Tanah Datar M.Shadiq Pasadigoe mengatakan, untuk mengatasi bencana banjir bandang atau yang sering disebut dengan galodo di masa mendatang di kabupaten Tanah Datar perlu dibangun sabodam (sejenis cek dam) di lereng gunung Merapi. Jika hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan bencana galodo akan terus mengancam kehidupan masyarakat (www.tanahdatar.go.id).
Penanganan yang paling baik, adalah merelokasi pemukiman penduduk ke lokasi rawan. Namun karena masyarakat di
Sumber :